Lebak – Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Masyariqul Anwar Caringin, Kabupaten Pandeglang berikan Bantuan Psikologis untuk korban banjir dan tanah longsor di Kabupaten lebak, Banten, Selasa (7/1/2020).
Diketahui bantuan psikologis atau Trauma Healing adalah penyembuhan masa trauma bagi para pengungsi atau korban yang menjadi perhatian selain kebutuhan dasar fisik yang penting.
Kegiatan tersebut merupakan bentuk kepedulian YPI Masyariqul Anwar Caringin yang mengajak OSIS, Forum Silaturahmi Alumni Masyariqul Anwar (FORSAMMA), serta Asosiasi Psikologi Sekolah Indonesia (APSI) Wilayah Banten terhadap para korban banjir dan tanah longsor di kabupaten Lebak, Banten.
Kepala MTS Masyariqul Anwar Caringin, Aaf Afiah mengatakan bahwa dengan kejadian musibah banjir tersebut bisa di petik hikmah dan pelajarannya.
“Semoga kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran atas musibah ini. menjaga alam dan lingkungan agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Amin,” pungkasnya.
Di lokasi yang sama, ketua FORSAMMA Faidah mengungkapkan bahwa musibah yang terjadi dan pemberian trauma healing sangat perlu untuk dipahamkan kepada volunteer karena itu adalah modal ketika terjun kelapangan Selain Bantuan Psikologis, ia juga sudah menyalurkan bantuan dalam berbagai bentuk logistik juga diantaranya terdiri dari ATK, pakaian layak, sembako dan obat-obatan yang dikumpulkan oleh OSIS MTS dan MA beserta Pengurus FORSAMMA.
“Hal ini bukan hanya kesedihan saudara kita yang di Kabupaten Lebak saja, tapi ini menjadi kesedihan kita semua, Mari kita sama-sama bergerak,” tegasnya.
Sementara pembina OSIS MA Masyariqul Anwar, Said menyampaikan terimakasih atas segala kontribusi yang sudah diberikan.
“Harapan serta ucapan terimakasih pun sangat banyak diucapkan oleh seluruh pihak di Yayasan Pendidikan Masyariqul Anwar terhadap konstribusi terhadap kegiatan ini,” ucap Said.
Disisi lain, Ketua APSI Wilayah Banten Tia Rahmatia menjelaskan Kondisi keprihatinan atas bencana banjir di beberapa kecamatan di Kabupaten Lebak mengundang simpati semua masyarakat. Menurutnya rasa kekeluargaan begitu melekat disetiap individunya sehingga empati yang kuat dari masyarakat terwujud dalam bantuan-bantuan yang bisa diberikan.
“Para relawan atau masyarakat hendaknya memahami kondisi psikologis para pengungsi sehingga mereka pun dapat dengan tepat berespon dan memberi dukungannya. Reaksi marah, sedih, bingung, cemas, atau bahkan menyesali kondisi yang ada akan bisa sekali ditemui saat kita berinteraksi dengan para pengungsi tersebut. Tapi itulah reaksi normal dalam situasi tidak normal yang perlu dipahami,” jelasnya.
“Para relawan yang terjun hendaknya sudi menjadi pendengar yang baik dan memahami respon perasaan tersebut. Selain itu jagalah diri Anda saat menjadi relawan dan jangan berpikir bahwa Anda harusnya bisa membantu semua mereka karena relawan juga manusia biasa yang punya keterbatasan.” Imbuh Tia. [red/Ihsan]