Tangerang – Indigenous Organic broadcast persent merilis film dokumenter kehidupan masyarakat Baduy. Film tersebut berjudul ‘Satu Generasi Yang Hilang’. Produser Film, Fasya Candrika menuturkan dirinya terinspirasi dari prinsip leluhurnya yakni Pangeran Astapati Wirasuta.
Hal itu diungkapkannya saat menggelar nonton bareng perilisan perdana disalah satu kedai kopi di Tangerang Selatan, Jumat (16/10/2020) malam.
“Film ini terinspirasi dari prinsif leluhur saya yakni Pangeran Astapati Wirasuta sebagai panutannya bahwa sesungguhnya Urang Kanekes bebas diberikan dan bebas memilih untuk mengabdikan diri dari modernisasi,” kata Fasya putri pertama dari Lisa Karnaatmadja keturunan ke 9 Wirasuta (red-Pangeran Astapati, panglima perang Sultan Ageng Tirtayasa yang berasal dari Baduy Dalam).
Tapi, lanjut dia, yang terpenting adalah bagaimana untuk tetap berkomitmen dan konsisten dimana seperti Pangeran Astapati sendiri tujuh turunan tidak boleh bolak balik, karena untuk menghindari terkikisnya tatanan adat.
“Sebagai salah satu contoh terjadinya sekarang, yakni munculnya generasi-generasi muda Urang Kanekes yang cosmopolitan yang bisa dibilang adalah karena arus wisatawan yang tidak bisa dibendung dan kurang pahamnya para pengunjung mengenai hukum adat yang berlaku,” paparnya.
Sedangkan, inspirasi yang kedua dari prinsip kakek buyutnya Akhmad Jayadiningrat dimana tetap menjaga dan melestarikan pikukuh Urang Kanekes walau harus dilakukan dari luar tanah Ulayah Kanekes. Disertai juga dengan kepedulian untuk seni budaya, pertanian dan ketahanan pangan.
“Kakek buyut Hilman Jayadiningrat, mengenai akan sulitnya menjaga konsistensi perjuangan leluhur dan meneruskan kakaknya dimasa peralihan kemerdekaan,” jelasnya.
Film ini juga, lanjut Fasya, terinspirasi berdasarkan perjalanan hidup sebagai anak perempuan yang mendapat tuturan lisan yang secara turun menurun.
“Film dokumenter ini juga dipersembahkan oleh generasi muda untuk generasi muda penerus bangsa sebagai bingkisan untuk saling mengingatkan, menjaga, menghormati, menguatkan dan melestarikan dari budaya yang mengalir dari darah menuju abunya alam semesta, karena sesungguhnya kita semua yang diberikan amanah dititipkan harapan dan kepercayaan untuk melanjutkan. Agar kelak pikukuh yang dibalut doa, tekat, perjuangan tak hilang melebur terlupakan dan terabaikan sia-sia,” katanya.
“Kami berharap film ini tidak menjadi retorika melainkan dapat menjadi aksi nyata kita semua. Karena film ini bukan hanya tentang siapa atau oleh siapa. Tapi tentang apa dan bagaimana selanjutnya,” harapnya.[red/rini]