Serang – Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD GMNI) Banten, Bidang Koperasi dan Ekonomi kreatif Ibnu Sakti Mubarok mengkritik kenaikan harga kedelai yang hampir 50 persen.
“Sudah hampir berhari-hari malu rasanya jika ditanah subur rakyat dipaksa makmur dengan makanan yang sehari hari saja sedang susah ditemui, apalah daya kenaikan harga kedelai yang hampir 50 persen itu mencekik para pengusaha pengrajin tahu tempe sama-sama pokok dan sama-sama mendasar,” ungkap Ibnu melalui rilis tertulis, Minggu (3/1/2021).
Harusnya, kata Dia dimasa pandemi Covid-19 ini pemerintah dapat mencegah kondisi yang amat berat dilakukan para pengusaha dan rakyat.
“Dalam pusaran Covid-19 ini dimana semua terdiagnosa dengan riwayat kesusahan. Impor kedelai menjadi alternatif tapi mematikan, apa yang dibisa? Tahu tempe adalah makanan semua kalangan baik kalangan menengah kebawah maupun menengah keatas, semua tau kalo kita sama-sama suka tahu tempe,makanan tahu tempe adalah salah satu varian wajib yang dimakan rakyat,” keluhnya.
Ketika tahu tempe sajapun susah ditemui, apa kabar rakyat, sudahkah makan hari ini, Tentu saja belum. Menurut Ibnu, Pemerintah pusat maupun daerah tak boleh abai akan fenomena ini segeralah cari solusi yang tidak memberatkan pada pengrajin tahu tempe, yang sudah saja sudah kenaikan 10 persen sampai 20 persen masih mereka sanggupi, tapi kenaikan 50 persen bukanlah hal wajar bagi mereka.
“Karena hubungan pengusaha tahu tempe dengan pedagang sudah terjalin lama dan tidak mudah untuk dimengerti, apabila kenaikan ini tidak segera diselsaikan sungguh miris memang dan tidak lazim dimana rakyat indonesia adalah pengkonsumsi kedelai terbanyak sedunia yang dituangkan dalam tahu dan tempe akan tetapi kedelaipun masih mengimpor,” katanya.
Seharusnya, menurut Ibnu disaat komoditas konsumsi melambung tinggi dengan harga tahu dan tempe yang ekonomis pemerintah bisa memfasilitasi para petani agar pengusaha tahu dan tempe ini tidak merugi dengan nilai kedelai impor yang cukup tinggi, padahal kita semua tau bagaimana komoditi konsumsi kedelai sesuai Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, import kedelai Indonesia sepanjang semester-1 2020 mencapai 1,27 juta ton atau senilai 510,2 juta dollar AS atau sekitar Rp 7,52 triliun (kurs Rp 14.700). Sebanyak 1,14 juta ton di antaranya berasal dari AS.
“Tentunya ini tidak mudah bagi para pengusaha dengan nilai jual yang murah. Dengan berbagai hal kami GMNI Banten meminta pemerintah terkait agar segera bertanggung jawab dengan terjadinya masalah ini dan segera diselsaikan agar tahu dan tempe kembali di nikmati oleh masyarakat luas dan dengan harga ekonomis tentunya,” tutupnya. [red/Ihsan]