BarometerNews – Dilansir dari CNN 12 Maret 2020, melalui Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, WHO resmi menyatakan status virus Covid-19 sebagai pandemi. Status pandemi diumumkan setelah dinaikkan dari status epidemi ketika virus Corona telah menginfeksi 125.000 orang dan membunuh 4.500 lebih di seluruh dunia. Covid-19 yang bermula di Wuhan pada Desember tahun lalu, telah menyebar secara global di seluruh penjuru dunia.
Kasus pertama Covid-19 di Indonesia menimpa dua warga Depok, Jawa Barat. Keduanya diduga tertular virus corona karena kontak dengan warga negara Jepang yang datang ke Indonesia. Warga Jepang itu terdeteksi Corona setelah meninggalkan Indonesia dan tiba di Malaysia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Kesehatan melalui laman covid-19.kemkes.go.id sampai dengan 5 Juni 2020 persebaran kasus Covid-19 di dunia termasuk Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.
Indonesia hanya jadi subjek Vaksin
Dilansir dari Kementerian Kesehatan melalui laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, 30 Maret 2020, karena kasus yang terus meningkat itulah sekarang ini berbagai lembaga farmasi dan penelitian berlomba-lomba untuk menjadi yang pertama menciptakan vaksin Covid-19. Di Indonesia sendiri untuk memperbaiki upaya pelayanan kesehatan dan menurunkan angka kematian pada pasien Covid-19, pemerintah Indonesia telah bergabung dalam Solidarity Trial yang dilakukan oleh WHO.
Seperti diberitakan Kantor Berita ANTARA melalui laman www.antaranews.com 16 Mei 2020, program tersebut bertujuan untuk mempercepat proses pemeriksaan dan penentuan vaksin yang tepat akibat dari virus Covid-19. Namun hal ini dinilai lain oleh sebagian pihak nantinya hanya akan berujung pada subjek penjualan vaksin.
Beda Tipe Virus, Beda Vaksin Virus Covid-19 yang menyebar ke seluruh penjuru dunia dan telah bermutasi menjadi virus lokal menyulitkan para peneliti untuk membuat vaksin yang bisa digunakan oleh semua orang. Dilansir dari www.merdeka.com, 20 Mei 2020 Prof Sutiman (Guru Besar Biologi Sel Universitas Brawijaya) mengatakan “Virus ini menyebar ke seluruh dunia sekaligus bermutasi menjadi virus lokal. Seolah melakukan gerakan anti-globalisasi. Perilaku ini menyulitkan orang membuat vaksin atau obat yang orientasinya satu jenis vaksin atau obat untuk semua orang tidak memandang kelokalan”.
Disampaikan Amin Soebandrio (Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Indonesia) melalui Kantor Berita ANTARA Jawa Tengah 6 Mei 2020, mengatakan “Virus itu secara alami akan terus bermutasi guna beradaptasi dengan lingkungan”.
Diketahui dari tiga data hasil urutan genom virus, penyebab Covid-19 di Indonesia merupakan tipe yang berbeda dari tiga tipe utama terkini yang sudah dikelompokkan secara global, yakni tipe S, G, dan V. Perbedaan itu terjadi karena virus bermutasi, dan proses mutasinya merupakan bagian dari siklus hidup virus tersebut untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan.
Tentu seharusnya industri farmasi di Indonesia dapat menangkap celah peluang ini untuk berdikari menciptakan vaksin sendiri. Karena beda tipe virus, beda vaksin. Sedangkan jelas tipe virus yang menyebar di Indonesia berbeda dari 3 tipe yang beredar di dunia, baik Tiongkok, AS, maupun Eropa.
Peluang Industri Farmasi di Indonesia
Berdasarkan data Kementerian BUMN melalui laman www.bumn.go.id, 18 Oktober 2019 besarnya jumlah penduduk dan tingkat kesehatan yang belum begitu tinggi, Indonesia menjadi pangsa pasar besar bagi dunia farmasi. Sejumlah perusahaan menguasai pangsa pasar farmasi di Indonesia.
Tahun 2015 ekspor 19.800 ton (USD572,97 juta) impor 26.510 ton (USD652,14 juta) tahun 2017 ekspor 17.600 ton (USD554,92 juta) impor26.160 ton (USD665,53 juta) dan tahun 2018 ekspor 25.770 ton (USD546,94 juta) impor 28.720 ton (USD715,57 juta) Sumber: Kemenperin, GP Farmasi, BPS diolah.
Dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kita defisit neraca perdagangan farmasi, dengan kata lain selama ini hanya sebagai pangsa pasar negara lain. Maka pandemi Covid-19 ini merupakan waktunya kita menyalip di tikungan untuk mengambil celah peluang ini di tengah perlombaan penciptaan vaksin.
Pengambilan Keputusan Perusahaan Farmasi di Indonesia
Dilansir dari CNBC, 22 Mei 2020 PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) memutuskan akan segera memproduksi obat dan vaksin untuk Covid-19. Untuk memproduksi ini perusahaan akan bekerja sama dengan beberapa partner dari luar negeri, salah satunya yang tengah dalam penjajakan adalah perusahaan bioteknologi asal Korea Selatan, Genexine.
Seperti diketahui bersama melalui finance.detik.com, 26 Mei 2020), Genexine sendiri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang biotherapeutics dengan fokus di immuno-oncology dan penyakit langka. Genexine telah memiliki portfolio produk yang kuat dengan sejumlah produk di tahap klinis seperti Hyleukin-7, HyTropin (GX-H9), Papitrol (GX-188E) dan lainnya. Genexine berkantor di Pangyo Techno Valley, dekat Seoul, Korea.
Dilansir dari web resmi PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) www.temposcangroup.com, 9 April 2020. Perusahaan memutuskan merealisasikan program CSR Covid-19 senilai Rp 17,5 M untuk disalurkan kepada Instansi Pemerintah berupa Alat Pelindung Diri (APD) yang akan diperbantukan kepada para Tenaga Medis Indonesia serta obat-obatan, vitamin , hand sanitizers, disinfectants dan lainnya, yang diperbantukan untuk masyarakat yang terdampak Covid-19.
Amin Subandrio (Kepala LBM Eijkman) melalui laman industri.kontan.co.id, 3 April 2020 mengatakan “LBM Eijkman menerima bantuan untuk penyelenggaraan pemeriksaan virus corona ini dari PT Tempo Scan (Pasific) melalui BNPB atau Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19”. LBM Eijkman adalah salah satu laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan deteksi terhadap virus-virus atau mikroba berbahaya termasuk menjadi garda depan di dalam pendeteksian virus SARS-COV-2 di Indonesia.
Dalam cetak biru holding BUMN farmasi, Bio Farma yang ditunjuk menjadi induk usaha kebagian memroduksi vaksin dan antisera, atau serum darah yang mengandung anti bodi. Anggota holding lainnya, PT Kimia Farma Tbk menangani produksi farmasi dan bahan baku. Lalu, PT Indofarma Tbk bertransformasi menjadi perusahaan dalam bidang alat kesehatan dan produk herbal. Melalui laman insight.kontan.co.id, 14 Februari 2020 Honesti Basyir (Direktur Utama Bio Farma) mengatakan “Kami menilai hasil riset LBM Eijkman sedikit lebih maju dibandingkan lembaga riset dalam negeri lain,” Sejauh ini, Bio Farma dan LBM Eijkman dalam tahap pembahasan awal.
Sehingga Bio Farma memutuskan mengembangkan vaksin untuk menangkal virus korona. Dalam pengembangan vaksin Covid-19 itu, Bio Farma akan menggandeng Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Institute yang berada di bawah Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia.
Berdasarkan sampel dari tiga perusahaan farmasi di Indonesia tersebut, dua dari tiga perusahaan memilih mengambil peluang mengambil bagian dalam penciptaan vaksin. Sedangkan satu perusahaan memilih melaksanakan program CSR. Menurut Gareth R. Jones (2006) melalui bukunya Organizational Theory, Design, and Change mengatakan jika pengambilan keputusan dapat didasarkan pada 5 model yakni Rational Model, The Carnegie Model, Incremental Model, The Unstructured Model, dan The Garbage Cab Model. Dari teori tersebut berdasarkan perspektif sisi informasi dan ketidakpastian, kemampuan manajerial, preferensi dan nilai maka dapat disimpulkan jika pengambilan keputusan dua dari tiga perusahaan dominan pada Rational Model.
Penulis : Agung Novianto Margarena
(LPDP Universitas Sebelas Maret/DPD KNPI Boyolali).