Jakarta – Mentri Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) mendorong Sistem Perencanaan, Penganggaran, Pemantauan, Evaluasi dan Analisis Kemiskinan Terpadu (SEPAKAT) untuk Pengentasan Kemiskinan dan Pemulihan Sosial Ekonomi Daerah Pasca Covid-19.
“Pada 2024, Bapak Presiden mengarahkan Indonesia mengentaskan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen atau zero extreme poverty. Dengan berbagai tantangan dan juga adanya pandemi Covid-19, diperlukan pendekatan yang tidak biasa dan memperkuat perencanaan berbasis bukti di tingkat daerah, dari tingkat provinsi sampai tingkat pemerintah desa,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam sambutannya pada Webinar Nasional Pemanfaatan SEPAKAT untuk Pemulihan Dampak Covid-19 terhadap Sosial-Ekonomi Daerah, Rabu (24/6/2020).
Menurut Suharso, SEPAKAT merupakan aplikasi yang dirilis pada 2018 atas kerja sama Kementerian PPN/Bappenas dengan Pemerintah Australia melalui KOMPAK dan Bank Dunia. Menjadi jembatan penghubung pemanfaatan dana dan sistem aplikasi perencanaan kebijakan pemerintah daerah.
“SEPAKAT menyediakan berbagai fitur yang memudahkan proses perancangan kebijakan yaitu analisis data kemiskinan yang dilengkapi berbagai pilihan produk statistik yang beragam, perencanaan dengan analisis masalah dan intervensi, penganggaran, monitoring pelaksanaan dan pencapaian kinerja pembangunan, dan evaluasi,” tuturnya.
SEPAKAT juga akan menjadi solusi pemerintah daerah untuk melakukan diagnosis mandiri dalam menyusun kebijakan terkait kemiskinan yang berbasis data dan adaptif terhadap situasi terkini, termasuk untuk pemulihan sosial dan ekonomi pasca pandemi Covid-19 yang tidak hanya mengakibatkan berkurangnya pendapatan masyarakat, tetapi juga hilangnya pekerjaan, sulitnya akses layanan dasar serta potensi jatuhnya penduduk rentan miskin ke dalam kelompok miskin.
“Melalui SEPAKAT, pemerintah pusat dan daerah dapat menganalisis data kemiskinan sebagai panduan perencanaan dan penganggaran pembangunan yang pro-poor sebagai langkah mitigasi proyeksi tingkat kemiskinan pada 2020 yang diperkirakan mencapai 9,7-10,2 persen dari target 8,5-9,0 persen,” ungkapnya.
“SEPAKAT dapat menjadi cikal bakal digitalisasi monografi desa yang terintegrasi, yaitu pendataan dan analisis proses perencanaan, penganggaran, monitoring dan evaluasi yang inklusif dan pro-poor. Semua rangkaian prosesnya dilakukan otomatis dengan pendekatan holistik, integratif, tematik dan spasial. Saat ini, SEPAKAT telah dimanfaatkan di 129 kabupaten kota dan 7 provinsi untuk penyusunan RPJMD, RKPD, strategi penanggulangan kemiskinan daerah, dan laporan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan daerah,” tegas Menteri Suharso.
Dikesempatan yang sama, Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Kementerian PPN/Bappenas Maliki menjelaskan, SEPAKAT juga berkontribusi atas penyusunan strategi reformasi perlindungan sosial yang tengah disusun Kementerian PPN/Bappenas dengan prasyarat penyempurnaan data kemiskinan yang harus dimulai dari tingkat desa. Kementerian PPN/Bappenas juga mengusulkan penyusunan sosial registri dengan mencakup 100 persen penduduk yang dimulai digitalisasi monograf desa. Untuk itu, kata Dia, diperlukan penguatan sistem perencanaan berbasis bukti di tingkat daerah.
“Dengan intervensi pemulihan ekonomi, kita bisa menekan jumlah penduduk miskin mencapai 26 juta atau sampai 27 juta,” jelasnya. [red/red]