Cilegon – Direktur Eksekutif NGO Rumah Hijau, Supriyadi angkat bicara terkait revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cilegon yang sudah diusulkan Pemerintah Daerah (Pemda) Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cilegon menjalang konstalasi Pilwalkot Cilegon tahun 2020.
“Menurut saya Pemerintah Cilegon harus mengkaji secara cermat terkait kepentingan di balik perubahan RTRW yang sudah 9 tahun ini belum ada perubahan, perubahan RTRW ini jangan didasari oleh kepentingan lain selain kepentingan masyarakat,” ungkapnya di sekretariat NGO Rumah Hijau, Selasa (4/2/2020).
Dalam kepentingan Perubahan RTRW, Supriyadi menjelaskan apakah dengan hal tersebut Pemerintah membuat perubahan untuk kepentingan masyarakatnya, atau untuk kepentingan pemodal besar semisal investor.
“Kita tau bahwa alasan Pemkot merubah RTRW dikarenakan ada perluasan Indonesia power di Merak, dan pengembangan dari Asahimas?, Alasan itu terlalu Naif karena tidak ada unsur kepentingan pemerintah itu mewakili dari kepentingan rakyat, kalau perubahan itu untuk kepentingan investasi. Saya rasa tak akan ada perubahan yang membuat Cilegon Sejahtera,” jelasnya.
Bila hal tersebut didasari kepentingan investor baginya Pemerintah akan semakin kacau, karena mereka berpihak kepada pemodal besar, seperti perusahaan yang membutuhkan wilayah-wilayah, atau ruang untuk pembangunan, yang tanpa didasari dengan kajian-kajian strategis lingkungan hidup. ia pun khawatir kedepannya berdampak kepada lingkungan hidup masyarakat yang berdampingan dengan Industri.
“Salah satu contoh kasus ada puluhan ribu orang terkena ISPA di Ciwandan dan Citangkil, dikarenakan dampak polusi lingkungan yang tidak sehat dari industri. Ini kan contoh salah satu bagaimana pemerintah harus memahami RTRW. Bagaimana mungkin ada perusahaan penghasil limbah B3 nanti berdampingan dengan rumah warga. Maka pemerintah harus melakukan relokasi masyarakat yang berdampingan dengan industri supaya tidak ada masalah,” jelasnya.
Hal lain yang ia soroti adalah terkait dengan dampak sosial seperti yang terjadi di Ciwandan. Dimana di Ciwandan menyumbang angka Pengangguran tertinggi, disisi lain ia melihat perusahaan-perusahaan besar, termasuk perusahaan internasional disana. Maka baginya begitu sia-sia bila perubahan RTRW tidak didasari oleh kepentingan masyarakat.
“Pemerintah harus memiliki konsep, Badan Perencanaan Daerah (Bapedda) harus punya konsep yang baik terkait membuat Perda RTRW dengan kajian strategis lainnya,” ungkapnya.
Dia mengingatkan Pemkot jangan sampai semena-mena merubah satu wilayah, misal menurutnya di wilayah yang di lalui Jalan Lingkar Utara (JLU) yang tadinya lahan pertanian dan perkebunan tergerus. Harusnya pemerintah memahami bila bertentangan dengan RTRW tidak ada perubahan di suatu wilayah bila itu untuk pertanian dan perkebunan.
“Kalau misalkan itu dikhususkan untuk masyarakat, kalau udah dari pertanian dan perkebunan gausah dirubah untuk perumahan atau pergudangan, itu tidak bisa nanti dampaknya ke masyarakat kalau semuanya dijadikan zona industri lagi, kita tau bahwa zona industri kimia ada di Ciwandan, zona industri di merak, Grogol itu terkait dengan kontruksi dan juga kimia. Maka nanti sisa-sisanya mau dijadikan apa jika semuanya zona industri,” katanya.
Jika perubahan RTRW Cilegon didasari oleh kepentingan pemodal dan politik, Pihaknya menolak keras dengan adanya perubahan Perda RTRW tersebut, karena baginya kepentingan rakyat itu harus lebih dari segala-galanya, dan harus di perjuangkan.
“Kalau pemerintah memikirkan kepentingan investasi, sekarang saya tanya pemerintah ini mau bela industri apa mau bela rakyatnya? Kalau misalkan dia dipilih oleh rakyat, maka bela rakyatnya jangan membela industri,” pungkasnya.
Ia pun menyinggung perubahan Perda RTRW yang menjelang Pilkada 2020. Ia berharap Pemerintah jangan ada kepentingan-kepentingan yang akan mem-backup kepentingan besar atau bermodal besar. Seperti investor besar masuk ke Cilegon dan ingin merubah ruang Tata wilayah di kota Cilegon dengan sewenang-wenang. Ia pun menegaskan akan mengawasi hal tersebut.
“Ini akan kita awasi dan akan kita laporkan ke Presiden Republik Indonesia, terutama ke lembaga-lembaga pemerintah yang fokusnya terkait dengan agraria dan juga perindustrian,” tandasnya.
Sementara alasan dia menduga Perubahan RTRW jelang Pilkada, ia menjelaskan mengapa RTRW dirubah di tahun ini, dan tidak dari beberapa tahun sebelumnya. Ia berharap Pemerintah tidak sewenang-wenang, baginya perubahan memang suatu hal yang wajar namun bila didasari kepentingan investasi maka harus ada kajian mendalam.
“Saya punya kecurigaan. Kenapa RTRW tidak dirubah pada 5 tahun sebelumnya, Kenapa harus merubahnya sekarang apa sekarang udah hampir 10 tahun terus di rubah RTRW nya dengan alasan karena sudah tidak layak, dan juga kajian strategis oleh Bappeda bahwa harus dirubah RTRW. Kenapa tidak dari dulu setidaknya pemerintah punya konsep bagaimana memikirkan jangka panjang dan sehingga tidak merubah semena-mena dengan keadaan yang seperti ini. Kenapa harus 2020 minta untuk perubahannya kenapa enggak dari kemarin-kemarin,” jelasnya.
Pihaknya akan memberi rapot merah kepada pemerintah yang sekarang karena gagal paham, dan juga gagal dalam melakukan tindakan kajian terkait RTRW yang seharusnya dikaji diulang.
“Saya berharap bahwa siapapun yang punya kepentingan terkait masalah itu, harus kita awasi bersama. Saya berharap pemerintah lebih cenderung mementingkan kepada kepentingan rakyat ketimbang industri,” pungkasnya. [red/Ihsan].